Menu

  • Home
  • Perpustakaan digital
  • Kamus Istilah
  • Ilmu Perpustakaaan
  • Download Software
  • Artikel
    • Bapusipda
    • Lainnya

Rabu, 09 November 2011

 CARA MEMBUAT RISENSI BUKU

Berikut adalah cara membuat resensi buku yang penulis ringkas dari ”How To Write A Book Report”, karya Myrna Friend, Erindale Campus Library, University of Toronto. Cara ini sudah diterima secara internasional.

1) Memberi informasi bibliografi buku, seperti : nama penulis/pengarang, judul lengkap, editor (jika ada), tempat ( kota ) penerbit, penerbit, bulan atau tahun terbit dan jumlah halaman (ditambah romawi).

2) Bandingkan materi tulisan dengan keadaan sekarang, apakah sesuai untuk zaman sekarang?Deskripsikan penulis/pengarang: latar belakangnya, pekerjaan, reputasi, dll.

3) Apakah hal-hal atau keadaan yang penting ada hubungannya dengan buku tersebut? Apa sumber materi penulis?

4) Jenis buku (sejarah, biografi, kritik tulisan orang lain/literacy critism, sastra, dll) apa yang kita resensi?

5) Jelaskan tujuan penulis dalam menulis buku yang kita resensi dan terangkan batasan tulisannya dengan tema. Apakah buku tersebut mengusung tema populer? Apa hasil survei? Untuk siapa buku tersebut ditulis, apa ditulis untuk kaum pelajar, masyarakat awam, dll?

6) Apa tema buku tersebut? Cari tema di bagian pendahuluan dan kesimpulan. Selama membaca, coba elaborasi/kaitkan dengan tema buku, apa masih berhubungan?

7) Apa asumsi penulis yang tersirat atau tersurat (jika ada) berhubungan dengan materi yang dia tulis?

8. Jelaskan struktur dari buku (daftar isi): bagian-bagian buku (seperti pendahuluan, isi, kesimpulan), apakah pembagian buku tersebut valid? Apakah appendiks, bibliografi, catatan-catatan, indeks buku tersebut berhubugan dengan isi buku?

9) Cari point utama atau konsep kunci!

10) Apa jenis data yang penulis gunakan dalam mendukung argumennya? Bagaimana dia gunakan data tersebut dalam berargumen? Apakah argumennya sesuai data?

11) Beri bagian penting dari buku dengan kutipan!

12) Apakah penulis sukses dalam mengkomunikasikan wacana atau teorinya? Apakah dia sukses dengan tujuannya? Apakah malah bias?

13) Jelaskan tujuan lain tulisan dari buku yang kita resensi. Apakah tulisannya dalam bahasa yang bakudan efektif?

14) Apakah buku tersebut berkembang dari isu atau tema penelitian?

15) Baca secara mendalam dan kritis. Alasan utama kemampuan membaca buku, yaitu: agar dapat mengikuti alur pikiran penulis, melihat hubungan di antara idenya, menghubungkan idenya dengan pengalaman kita, dan meng-evaluasinya dengan cerdas dan kritis. Membaca kritis, karena dimungkinkan ada bagian dari buku tersebut yang kontorversial dan mencari kekuatan serta kelemahannya. Bandingkan dengan teori lain yang diungkapkan oleh penulis lain dari buku lain. Pembaca yang hati-hati dapat memperhatikan hal-hal yang diperbuat penulis, seperti tema yang meloncat-loncat, bias tema, dll. Perhatikan kata atau kalimat yang tidak kita mengerti. Baca buku sampai selesai dan ikuti argumennya (dengan membacanya) sampai selesai, jangan meng-justifikasi sebelum kita selesai membaca.

16) Resensi di koran dengan jurnal ilmiah tentu berbeda. Resensi di koran biasanya berupa bedah buku dengan isi ringkasan buku, tujuan tulisan, latar belakang penulis, kesimpulan, kelemahan dan keunggulan tulisan serta kata/kalimat yang digunakan sering tidak baku atau populer dan diperuntukkan untuk masyarakat umum (contoh bisa dilihat di bagian utama website ini, resensi buku: ”Hidup sehat dengan tahajud” yang penulis kirim dan dimuat di KR). Resensi di jurnal ilmiah ditambah teori lain yang diungkapkan penulis lain dan bahasa yang digunakan bahasa baku serta untuk kalangan terbatas (biasanya terpelajar).

Kamis, 27 Oktober 2011

Pengembangan Koleksi Perpustakaan

SEKILAS TENTANG PENGEMBANGAN KOLEKSI
PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
oleh Widodo H. Wijoyo

1 PENDAHULUAN

Pada dasarnya, perpustakaan adalah perpaduan antara manusia, tempat/fasilitas dan informasi. Dikatakan perpaduan di sini karena satu dengan yang lainnya saling ketergantungan. Manusia, yaitu pengelolanya dan pemakianya. Tempat/fasilitas merupakan sarana yang digunakan manusia untuk melakukan “transaksi informasi”, sedang informasi - bisa berupa buku, jurnal, majalah, koran dan materi yang lainnya - adalah bahan-bahan yang harus disajikan di perpustakaan. Sehingga dengan keterpaduan tadi akan jelas misi yang diemban oleh sebuah perpustakaan, yaitu antara lain turut mencerdaskan bangsa dengan menyediakan informasi yang diperlukan, melesatarikan nilai-nilai budaya bangsa dan berkiprah dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Para pustakawan tahu bahwa, tidak semua misi yang diemban oleh perpustakaan akan bisa tercapai. Hal-hal yang mempengaruhi tercapainya misi perpustakaan adalah, antara lain :
- sistem pelayanan
- staff perpustakaan
- konsidi perpustakaan
- pendanaan untuk perpustakaan
- kondidi koleksi
- peralatan yang disediakan dalam perpustakaan
- perhatian para pimpinan yang lebih tinggi dimana perpustakaan itu bernaung terhadap perpustakaan
Pada tulisan ini tidaklah membicarakan keseluruhan faktor di atas yang mempengaruhi jalannya kegiatan perpustakaan, akan tetapi terfokus pada bidang pengembangan koleksi perpustakaan Perguruan Tinggi.

2 PERPUSTAKAAN DAN MASYARAKAT PEMAKAINYA

Banyak, terutama pengguna, yang tak mengetahui tentang peranan perpustakaan. Mereka mengira perpustakaan hanya tempat untuk menyimpan dan memperoleh buku, majalah, journal dan koleksi yang lain. Mereka tidak berfikir tentang berbagai macam layanan yang disediakan oleh perpustakaan, misalnya memberi petunjuk tentang letak koleksi, melakukan layanan peminjaman, penyediaan data, menjawab pertanyaan referensi, dll. Tentu saja para pustakaan menyadari itu semua demi keberadaan perpustakaan dan pustakawannya.
G. Edward Evan1 mengatakan bahwa, ada 4 tipe : perpustakaan perguruan tingi, perpustakaan sekolah, perpustakaan umum, dan perpustakaan khusus. Dimana satu perpustakaan akan berbeda dengan perpustakaan yang lainnya. Hal ini tergantung dari jenis perpustakaannya yang tentunya dari tipe itu akan mempunyai masyarakat pemakai yang berbeda. Oleh karenanya, koleksinya harus disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya. Karena masyarakat pemakainya berbeda, maka sistem pelayanannyapun akan berbeda pula.

3 PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

Louis Round Wilson dan Maurice F. Tauber2 mengatakan :
adequate resources for carrying out the university’s objectives in instruction, research, and extension implement the function of preserving the accumulating source materials necessary for scholarly pursuits.
dari poin di atas peranan perpustakaan perguruan tinggi dapat diartikan untuk menyediakan koleksi guna menujang tujuan universitas. Koleksinya harus meliputi permatakuliahan yang diselenggarakan dan materi pendampingnya. Dan juga, untuk mendukung riset baik tingkat fakultas maupun universitas. Untuk hal inilah perpustakaan harus menyediakan materi yang berupa antara lain : buku, journal, majalah/koran, manuscripts, dan film.
Sejalan dengan itu, tugas utama perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menyediakan materi guna menunjang terlaksananya TRI DHARMA Perguruan Tinggi di mana perpustakaan itu bernaung, yaitu :
- pendidikan dan pengajaran
- riset dan pengembangan ilmu dan teknologi
- pengabdian pada masyarakat
Mahasiswa datang ke perpustakaan pada dasarnya untuk membaca literatur bagi perkuliahannya. Tidak hanya itu, mereka juga ingin mendapatkan informasi yang lebih untuk keperluan riset maupun untuk referensi thesisnya. Disinilah letak tanggungjawab perpustakaan untuk menyediakan informasi yang diperlukannya, sehingga dengan koleksi itu akan nampak efektifitas perpustakaan. Perpustakaan akan gagal dalam membawakan misinya, apabila koleksinya tak mencukupi sehingga mahasiswa tidak menemukan apa-apa di perpustakaan.
Lain halnya dengan staf pengajar, mereka datang ke perpustakaan untuk keperluan mencari informasi yang up-to-date bagi perkuliahan yang mereka berikan, ataupun untuk keperluan riset. Membangun sebuah perpustakaan untuk riset sangat mahal, karena tentunya para pengajar menginginkan jumlah koleksi yang besar, belum lagi jurnal yang harus di langgan.
Sulit rasanya untuk membangun perpustakaan yang mampu menyediakan kolesi yang dibutuhkan oleh para pemakainya, baik dosen maupun mahasiswa. Alasan yang paling mendasar tentunya mengenai pendanaan untuk perpustakaan. Di sinilah para pustakawan dan para pengambil keputusan akan diuji kemampuannya untuk membuat suatu kebijakan dalam pembinaan koleksi perpustakaan. Yang tentu saja harus bijaksana dalam membelanjakan anggaran, agar dengan dana yang terbatas, kebutuhan “minimum” pemakai perpustakaan terpenuhi. Yang dimaksud dengan kebutuhan minimum di sini adalah tersedianya koleksi referensi bagi perkuliahannya.

4 KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN KOLEKSI DI PERPUSTAKAAN PT

4.1. Instilah Collection Development dan Maknanya

Eward Evans3 memberikan batasan istilah “collection development” sebagai suatu proses untuk mengetahui peta kekuatan dan kekurangan atau kelemahan koleksi perpustakaan, sehingga dengan demikian akan tercipta sebuah planning untuk memperbaiki peta kelemahan tadi dan mempertahankan kekuatan koleksi. Dia menambahkan bahwa, “collection developmet is a ‘written statement’ of that plan, providing details for guidance of the library staff”. Karena pengembangan koleksi merupakan statemen tertulis, maka tentunya harus berupa sebuah dokumen. Dokumen itu akan berisi rincian rencana kegiatan dan segala informasi yang digunakan oleh pustakawan sebagai dasar dalam berfikir dan menentukan kebijaksanaan saat mengembangkan koleksi perpustakaannya. Dokumen ini digunakan sebagai tempat untuk berkonsultasi saat pustakawan akan menentukan bidang-bidang koleksi apa yang akan dibeli dan berapa banyak untuk masing-masing bidang itu.
Tanpa statemen yang tertulis, maka akan terjadi perbedaan pandangan dalam mengembangkan loleksi perpustakaan, karena di dalam pengembangan koleksi itu akan melibatkan sejumlah orang dari tiap-tiap fakultas/jurusan. Sebagai contohnya, Fakultas Ekonomi akan mengembangkan koleksinya tentang ekonomi, sementara untuk Fakultas Pertanian Jurusan Ekonomi Pertanian juga akan mengembangkan Ekonomi. Dari contoh ini, mungkin akan terjadi kesamaan judul, sehingga akan memboroskan pendanaan. Oleh karenanya, Evan mengatakan bahwa, fungsi daripada statemen kebijaksanaan antara lain adalah :
- sebagai alat untuk menyatukan pendapat dalam bidang apa yang perlu dikembangkan
- sebagai alat koordinasi atara orang-orang yang terlibat / bertanggungjawab dalam pengembangan koleksi
- sebagai alat untuk mencapai konsistensi di dalam pembinaan koleksi
- sebagai alat untuk megurangi jumlah personil pengambil keputuan
- sebagai alat untuk menghindari perbedaan pendapat atara orang yang terlibat di dalam pengembangan koleksi dan para pemakai perpustakaan

4.2 Jenis-jenis Pekerjaan Dalam Pengembangan Koleksi

Dalam pengembangan koleksi harus mencakup kebijaksanaan antara lain : siapa yang terlibat di dalam pembinaan koleksi, prioritas dalam pembinaan koleksi, penanganan materi yang berasal dari hadiah, weeding, komplain dan kerjasama antar perpustakaan,

4.2.1. Yang Terlibat Dalam Pembinaan Koleksi

Karena perpustakaan selalu berorientasi kepada kebutuhan masyarakat pemakainya, maka dalam pembinaan koleksi harus pula melibatkan mereka. Dalam pembinaan koleksi tersebut disamping melibatkan para pustakawan, staff pengajar dan para mahasiswa harus pula dilibatkan. Para pustakawan perlu dilibatkan, karena mereka mengetahui akan kebutuhan masyarakat pemakainya dan memegang data mengenai banyaknya pengunjung yang datang ke perpustakaan, maupun data mengenai koleksi bidang apa yang sering dipakai atau diperlukan. Mereka juga mempunyai data mengenai terbitan terbaru. Hal ini karena perpustakaan sering dipakai sebagai ajang promosi terbitan baru. Staf pengajar dan mahasiswa perlu dilibatkan, karena majoritas merekalah yang akan memanfaat koleksi perpustakaan.

4.2.2. Survei Kebutuhan Pemakai

Survey kebutuhan pemakai dapat dilakukan atara lain dengan menyediakan form untuk diisi oleh pemakai sebagai saran yang perlu dikembangkan. Atau dengan pengirimkannya langsung ke staf pengajar untuk diisi dan dikembalikan ke perpustakaan.

4.2.4. Prioritas dalam Pembinaan Koleksi

Dalam pengembangan koleksi, prioritas merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Tim pengembangan koleksi perlu mengambil langkah-langkah untuk menentukan skala prioritas tadi. Menentukan subject mana yang perlu dikembangkan sejalan dengan sangat terbatasnya dana, misalnya dengan memprioritaskan kebutuhan primair, yaitu referensi bagi mata perkulihan yang sedang berjalan baru kemudian penyediaan materi pendamping.
Negara-negara maju telah menyediakan anggaran untuk pengembangan koleksi perpustakaan minimal 3% dari jumlah total pengeluaran suatu Perguruan Tinggi tiap tahunnya, bahkan ada yang mengalokasikan danyanya untuk perpustakaan sampai 6%. Di University of Tasmania, dana untuk perpustakaan adalah 8% dari jumlah total pengeluaran perguruan tinggi itu. Dari total alokasi itu jumlah yang terbesar adalah untuk pengembangan koleksi journal. Mereka berkeyakinan bahwa, journal merupakan informasi yang paling akurat dari sebuah penelitian.

4.2.5. Penanganan Materi Dari Hadiah

Tak ada koleksi yang datang ke perpustakaan dengan cuma-cuma menjadi bagian koleksi perpustakaan, sekalipun itu berupa hadiah. Karena setiap koleksi yang datang akan diproses seperti halnya materi yang berasal dari pembelian. Dalam pemrosesan inilah tentunya diperukan tenaga, pikiran, waktu dan bahkan, walaupun kecil : beaya. Sehingga apa yang dikeluarkan dalam pemrosesan tadi akan terbuang percuma kalau materi tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh para pemakai perpustakaan. Di sinilah, bagian seleksi koleksi perpustakaan dengan rekomendasi dari pimpinan perpustakaan akan menentukan apakah materi tersebut perlu disajikan di perpustakaan. Kalaulah dianggap tidak akan memberi manfaat kepada pemakai dan agar untuk menjaga citra perpustakaan sebagai tumpukan sampah yang tak bisa dimanfaatkan, maka sebaiknya koleksi tersebut perlu dijauhkan. Mungkin bisa ditawarkan ke jurusan atau fakultas yang bisa memanfaatkannya.

4.2.6. Weeding

Weeding atau penyiangan adalah salah satu bagian yang penting dalam kegiatan perpustakaan apabila tidak menginginkan koleksinya hanya merupakan tumpukan materi yang pernah diterbitkan. Oleh karenanya, harus diadakan penyiangan yang regular, berkelanjutan dalam proses kegiatan perpustakaan. Untuk melaksanakan penyiagan, Carter4 menyarankan kategori buku yang dianggap bisa disiang :
- duplikasi judul, buku ini terbeli karena banyaknya permintaan, dan sekarang tidak dimanfaatkan lagi
- edisi lama, di mana edisi yang baru telah ada dan perpustakaan tidak menginginkan nilai historisnya
- buku-buku yang telah rusak dan tidak mungkin untuk bisa dimanfaatkannya lagi
- buku-buku yang telah ketinggalan baik mengenai isi, bentuk maupun themanya

4.2.7. Komplain

Problem utama yang sangat menyita waktu di dalam pembinaan koleksi adalah penanganan komplain/keluhan tentang koleksi. Para pustakawan mungkin akan menjumpai keluhan, sekalipun relatif kecil jumlahnya. Di dalam keluhan tersebut termasuk juga mengapa kebijaksanaan pengembangan koleksi sampai demikian. Untuk menangani hal ini, maka akan dibentuk suatu tim khusus untuk meninjau kembali dokumen kebijaksanaan karena dokumen itu didasarkan atas kebutuhan mahasiswa.

4.2.8. Kerjasama Antar Perpustakaan

Dari waktu ke waktu perpustakaan selalu memperbaiki dan meningkatkan pelayanannya. Layanan perpustakaan boleh dikatakan bagus kalau dilaksanakan dengan cepat, effisien, cermat dan tepat. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam layanan perpustakaan adalah sikap pustakawan terhadap pemakai berpustakaan, misalnya : harus berjiwa suka membantu dan ramah. Tak satupun perpustakaan yang mampu memberikan atau menyediakan apa yang diinginkan oleh para pemakai perpustakaan. Alasan yang paling mendasar adalah terbatasnya dana. Dan tentunya perpustakaan akan gagal membawakan misinya apabila perpustakaan itu mengisolasikan diri dan seolah-olah mampu memberikan layanan hanya dengan kekuatan koleksinya saja.
Untuk memecahkan masalah terbatasnya dana, salah satunya adalah dengan membuka diri dengan perpustakaan lain. Mejalin kerjasama antar perpustakaan Perguruan Tinggi atau dengan perpustakaan khusus lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan saling tukar informasi mengenai tambahan koleksi, saling tukar koleksi, saling meminjam koleksi yang sesuai dengan permintaan, dll.

5 KESIMPULAN

Pembinaan koleksi mencakup berbagai kegiatan: survey kebutuhan pemakai, memproses data, membuat keputusan, evaluasi sampai di mama kebijaksanaan itu apakah telah sesuai dengan tujuan, dllnya. Dalam pembinaan koleksi perpustakaan akan melibatkan sejumlah orang dari berbagai fakultas/jurusan.
Tak satupun perpustakaan akan mencapai tujuannya hanya dengan kolesinya sendiri. Oleh karenanya, kerjasama antara perpustakaan sangat diperlukan.
——————–
REFERENCES
1. CARTER, Mary Duncan, Wallace John Bonk and Rose Mary Magrill. Building library collections. 4th ed. Metuchen N.J.: Scarecrow Press, 1974.
2. CURLEY, A. and D. Broderick. Building library collections. 6th ed. Metuchen: Scarecrow Press, 1985.
3. EVANS, G. Edward. Developing library & information center collection. 2nd ed. Littleton, Colorado: Libraries Unlimited, 1987.
4. FUTAS, Elizabeth, ed. Library acquisition policies and procedures. Phoenix, AZ: Oryx Press, 1977.
5. WILSON, Louis Round and Maurice F. Tauber. The University library: the organization, administration, and fuctions of academic library. 2nd ed. New York: Columbia University Press, 1956.

1 Evan, G. Edward. Developing library and information center collections. 2nd ed. Littleton, Colorado : Libraries Unlimited, 1979. p. 24.
2 Wilson, Louis Round and Maurice F. Tauber. The University library : the organisation, administration, and fuction of academic library. 2nd ed. New York : Columbia University Press, 1956. p. 19 - 20.
3 Evans, ibid., p. 28 - 29.
4 Carter, Mary Duncan, Wallace John Bonk and Rose Mary Magrill. Bulding library collections. 4th ed. Metuchen N.J.: The Scarcron Press, 1974. p. 1969.

Perpustakaan Digital

Sistem Informasi Perpustakaan Digital

Definisi Perpustakaan Digital
Dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir, dunia perpustakaan banyak sekali membahas tentang perubahan yang terjadi dalam dunia perpustakaan. Perubahan itu tidak hanya karena munculnya format-format baru koleksi, namun juga teknologi informasi yang melatarbelakangi apa yang sekarang sering disebut sebagai perpustakaan digital. Namun demikian perpustakaan digital seringkali dipahami dalam arti yang sangat sempit, yaitu perpustakaan yang menggunakan fasilits komputer sebagai alat untuk memberikan pelayanan. Apa yang dilakukan oleh perpustakaan pada dua dasa warsa yang lalu—yang sering disebut sebagai automasiberbeda dengan perpustakaan digital.
Perpustakaan digital telah didefinisikan antara lain oleh Lesk (1997), Arms (2000) dan Digital Libraries Federation. Lesk mendefinisikan perpustakaan sebagai berikut:
Menurut Lesk (1997):
"Digital libraries are organized collections of digital information. They combine the structuring and gathering of information, which libraries and archives have always done, with the digital representation that computers have made possible.” (Lesk, 1997)
Sementara itu menurut Arms (2000), perpustakaan digital adalah sebagai berikut:
“Digital library is a managed collection of information, with associated services, where information is stored in digital formats and accessible over a network.” (Arms, 2000)
Sedangkan menurut Digital Libraries Federation di Amerika Serikat, Perpustakaan Digital didefinisikan sebagai berikut:
“Digital libraries are organizations that provide the resources, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual access to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readily and economically available for use by a defined community or set of communities.” Digital Libraries Federation (DLF)
Dari ketiga definisi di atas, dapat dimengerti bahwa perpustakaan digital lebih menekankan adanya koleksi digital dan perpustakaan tersebut dapat diakses selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu baik di dalam perpustakaan maupun jarak jauh tanpa harus datang ke perpustakaan secara fisik. Tidak kalah penting adalah adanya jaringan antar perpustakaan.
Munculnya Perpustakaan Digital
Di dalam ilmu perpustakaan, sistem informasi digital muncul mengikuti perkembangan yang terjadi secara berurutan. Dalam dua dasa warsa yang lalu, hadir apa yang disebut dengan database katalog induk perpustakaan. Di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya software CDS/ISIS dari UNESCO. Ini adalah awal dari munculnya perpustakaan digital. Catalog ini kemudian dimunculkan secara online melalui gopher atau yang sekarang dikenal dengan nama Internet.
Sejak saat itu, dimulailah kegiatan yang mengarah pada penyediaan sumber-sumber informasi yang dikemas langsung dalam format terkomputerisasi, antara lain adalah penyediaan sumber informasi elektronik untuk referensi secara full-text. Ini pun awalnya dilakukan oleh penerbit dalam kemasan disket dan CD-ROM. Di Indonesia CD-ROM menjadi booming di pertengahan tahun 90an.
Dengan adanya internet di pertengahan tahun 90an tersebut, maka penerbi juga beralih ke penyediaan sumber informasi yang dikemas secara online dan perpustakaan pun mulai beralih dari pembelian ke langganan sumber informasi secara online. Jurnal-jurnal mulai beralih ke online atau dibuat dalam dua versi. Dan jurnal-jurnal yang ditawarkan tersebut kemudian dikemas dalam apa yang disebut dengan database (berisi kumpulan jurnal-jurnal dalam berbagai bidang) dan ditawarkan ke perpustakaan dengan harga yang lebih murah.
Tidak kalah penting adalah perkembangan dalambentuk komunikasi ilmiah secara online, yakni dengan semakin banyaknya orang menggunakan fasilitas online, termasuk di dalamnya, prosiding seminar yang dapat dibaca secara online, makalah-makalah yang dapat dibaca secara online, dan sebagainya. Dan perpustakaan juga berkembang dengan penyediaan sumber informasi yang dapat diakses secara full-text melalui internet sehingga orang tidak harus datang ke perpustakaan untuk dapat memperoleh sumber informasi yang diinginkan. Hal ini juga yang menjadikan jumlah kunjungan perpustakaan tidak hanya dihitung berdasarkan jumlah orang yang datang ke perpustakaan secara fisik, melainkan juga jumlah akses ke situs webperpustakaan.
Di satu sisi, penerbit menyediakan sumber informasi yang dikemas dalam bentuk database dan di sisi lain, perpustakaan juga membuat konsorsium maupun jaringan dalam bentuk online. Dan hal ini kemudian menjadikan konten sebuah perpustakaan semakin besar karena tidak hanya koleksinya sendiri yang dapat diakses melainkan juga koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan lain.
Definisi perpustakaan digital kemudian ditambahkan, bahwa perpustakaan digital merupakan perpustakaan jaringan—bukan sebuah perpustakaan yang memiliki situs web dan berdiri sendiri. Perpustakaan digital adalah jaringan perpustakaan yang dilayankan secara online dan dapat diakses 24/7.
Manfaat Perpustakaan Digital
Dalam perpustakaan konvensional, pemakai harus dating ke perpustakaan untuk mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan. Tetapi dalam perpustakaan digital, justru perpustakaan yang datang ke pemakai melalui jaringan internet. Selain itu, dengan adanya jaringan perpustakaan (secara maya) maka lebih banyak perpustakaan yang dapat dimanfaatkan.
Tidak kalah penting dalam jaringan tersebut adalah adanya resource sharing (berbagi sumber informasi untuk pemakai dari berbagai lembaga serta adanya sambungan ke sumber-sumber informasi tertentu dalam jumlah banyak (linking). Sumber-sumber informasi dalam dunia maya perpustakaan digital dapat selalu diperbarui oleh pustakawan dengan cepat sehingga informasi yang disajikan selalu baru. Demikian pula sumber informasi yang ditawarkan oleh penerbit secara online juga selalu diperbarui dalam waktu yang sangat cepat dan real time. Selain itu, format-format baru sumber informasi juga dapat diwadahi dalam perpustakaan digital ini.
Penelusuran yang dilakukan dengan katalog online memungkinkan orang untuk menelusur informasi dari jarak jauh dan tidak harus datang ke perpustakaan, sehingga bisa menghemat waktu pemakai. Dengan perpustakaan digital maka layanan tidak pernah tutup (kecuali aliran listriknya mati) karena semua sumber informasi dapat diakses dalam 24 jam 7 hari seminggu tanpa harus ditunggui oleh petugas perpustakaan.
Membangun perpustakaan digital akan dapat menghemat biaya yang besar pada akhirnya. Namun perlu diingat bahwa untuk membangun sebuah perpustakaan digital dibutuhkan biaya yang cukup besar terutama untuk penyediaaan sarana dan prasarana perpustakaan digital. Apakah ini bisa dilakukan? Tentu saja jawabannya tergantuk dari stakeholder.
Tantangan Perpustakaan Digital
Perpustakaan digital melibatkan berbagai objek tak kasad mata. Semua koelksi perpustakaan digital tidak dapat dibaca tanpa adanya alat bantu (komputer). Hal inilah mungkin yang kadang jadi kendala dalam masa transisi dari full-paper ke paperless. Hal ini dapat dirasakan pada waktu berlangganan database. Semua database yang berisi jurnal-jurnal tersebut tidak kasad mata sehingga di mata auditing konvensional, hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun dalam dunia digital, hal itu jelas sekali dan pertanggungjawabannya juga tidak rumit. Hal ini kembali tergantung dari manusia dan sistemnya.
Perpustakaan digital sebetulnya merubah paradigma dari pengadaan koleksi yang kasad mata, menjadi penyediaan akses. Seperti layaknya orang membeli pulsa, dimana orang tidak pernah melihat pulsanya tetapi dapat menggunakan pulsa tersebut untuk digunakan sebagai alat komunikasi. Demikian pula halnya dengan langganan database jurnal yang tidak dapat dilihat dan dipegang tetapi dapat dibaca secara online dan koleksi tersebut secara fisik memang tidak ada di perpustakaan.
Dengan adanya perpustakaan digital maka sumber informasi yang hanya satu kopi dapat adibaca secara bersama-sama dalam waktu yang sama pula sehingga tidak ada kata ’pesan ke perpustakaan’ lagi. Tidak ada kata ’menunggu’ sampai koleksi tersebut dikembalikan ke perpustakaan dan baru bisa dipinjam. Perpustakaan digital juga dapat menjembatani digital divide. Orang yang tidak biasa menggunakan komputer ’terpaksa’ harus menggunakannya untuk dapat membaca koleksi yang ada di dalamnya. Sehingga mau tidak mau semua pemakai harus belajar menggunakan komputer ini. Tugas pustakawan pun juga bertambah. Tidak hanya menunjukkan lokasi sumber informasi melainkan juga menunjukkan bagaimana car mengakses sumber informasi tersebut melalui komputer. Orang yang tidak menghendaki adanya teknologi informasi ’terpaksa’ ditolak untuk ikut memanfaatkan perpustakaan digital, kecuali mereka mau belajar memanfaatkan dan menggunakan fasilitas tersebut.
Intinya, perpustakaan digital telah merubah dari bentuk cetak ke digital, koelski yang semula lokal (hanya ada di perpustakaan setempat) kini dapat menjadi internasional karena adanya jaringan perpustakaan dan karena adanya link dengan sumber informasi yang berada di kota atau negara lain. Tidak kalah penting adalah adanya perubahan dimana koleksi dulu selalu lebih aman karena berada di tempat, kini koleksi tersebut tidak selalu ada di tempat dan apabila server sedang ’down’ maka sumber informasi tersebut bisa jadi tidak dapat diakses.
Perpustakaan digital telah merubah paradigma perpustakaan dari layanan oleh petugas menjadi pemberdayaan pustakawan dalam membantu pemakai perpustakaan yang membutuhkan sumber informasi secara cepat. Dan dengan jumlah sumber informasi yang tidak terbatas tersebut, maka beban penelusuran pustakawan (maupun pemakai) semakin besar.
Perpustakaan digital dan automasi
Pustakawan maupun pemakai perpustakaan dan juga stakeholder perlu mengetahui bahwa automasi perpustakaan bukan berarti membangun perpustakaan digital.
* Automasi adalah pemanfaatan teknologi (informasi) untuk memudahkan pelayanan yang telah disediakan. Sedangkan
* Perpustakaan digital adalah pelayanan perpustakaan dalam bentuk koleksi digital yang dapat diakses di perpustakaan maupun jarak jauh
Jadi dalam automasi, koleksi perpustakaan tidak berubah; sedangkan dalam perpustakaan digital, koleksinya pun juga tidak lagi dalam bentuk tercetak.
Pengembangan Perpustakaan:
Dalam mengembangkan perpustakaan perlu ada pemikiran lebih lanjut, apakah perpustakaan tersebut akan sepenuhnya diubah menjadi perpustakaan digital atau tetap mempertahankan koleksi cetak yang sudah ada dan menambah sumber informasi digital.
Perpustakaan yang memiliki koleksi dalam bentuk cetak dan digital sering disebut dengan perpustakaan hybrid (hibrida), bukan perpustakaan digital sepenuhnya. Koleksi cetak dikembangkan dengan fasilitas automasi, sedangkan koleksi digital dilayankan secara online.
Secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:
* Perpustakaan Digital: Sepenuhnya dalam format digital
* Perpustakaan Hybrid: Koleksi cetak tetap ada, ditambah digital
* Perpustakaan Konvensional Terautomasi: koleksi cetak dgn layanan terautomasi
* Perpustakaan Konvensional: koleksi cetak dgn layanan manual
Pada umumnya perpustakaan-perpustakaan di dunia tidak berubah seratus persen menjadi perpustakaan digital, tetapi banyak yang menyebutkan sebagai perpustakaan hybrid atau perpustakaan dengan koleksi tercetak dan digital. Pada umumnya perpustakaan:
* tetap membeli bahan pustaka dalam bentu tercetak
* Melanggan database komersial secara online
* Mendijitalkan koleksi yang ada (menambah unit scanning)
* Meminta sivitas akademika menyerahkan koleksi dalam bentuk digital (CD)
* Menambah layanan online delivery (layanan full-text articles)
* Tetap memiliki perpustakaan yang luas untuk pelayanan perpustakaan
Dalam rangka membangun perpustakaan hybrid atau digital, maka digitasi sangat diperlukan oleh sebuah perpustakaan. Untuk itu, perpustakaan yang sedang dalam taraf menuju perpustakaan digital maupun hybriid sebaiknya mulai membuka satu unit di dalam perpustakaan khusus untuk scanning koleksi cetak yang sudah ada seperti
- skripsi mahasiswa
- tugas akhir mahasiswa
- hasil penelitian dosen
- skripsi/tesis/disertasi dosen
- makalah presentasi sivitas akademika
- prosiding
- jurnal UIN
Dengan di-digitasi-kannya koleksi tersebut maka koleksi baru dan koleksi lama dapat disatukan dengan wadah digital yang sama dan tidak terpisahkan. Tidak kalah penting adalah untuk membuat aturan bagi para sivitas akademika yang menyerahkan bahan pustaka dalam bentuk digital, misalnya:
* Skripsi harus diserahkan dalam bentuk CD atau flashdisk atau melaui email (?)
* Tugas akhir dalam bentuk CD/flashdisk/email(?)
* Penyerahan makalah dosen/mhs dalam bentuk digital
* Jurnal UIN dimuat dalam website termasuk koleksi arsipnya
Jangan lupa bahwa sebuah perpustakaan hybrid maupun perpustakaan digital HARUS memiliki situs web dan harus ada seorang pustakawan yang khusus menangani situs web tersebut (webmaster) yang bertugas untuk meng-update informasi terbaru dari perpustakaan; menginformasikan berbagai kegiatan lembaga; mencari sumber-sumber informasi di internet untuk dibuat link, dan sebagainya.
Perpustakaan juga harus mulai memikirkan untuk melanggan database maupun ebooks. Database yang banyak ditawarkan publisher ke Indonesia untuk bidang kesehatan dan kedokteran antara lain adalah:
* ProQuest Medical Library
* EBSCO Medical Database
* American Chemical Society (ACS)
* ScienceDirect Biomedicine
Penutup
Dalam membangun sebuah perpustakan modern—baik perpustakaan hybrid maupun perpustakaan digital--sangat penting bagi perpustakaan tersebut untuk:
* Membangun sebuah Website Perpustakaan lengkap dengan pustakawan yang menjadi webmaster.
* Software automasi pelayanan web-based sehingga catalog dan koleksi dapat dibaca ataupun ditelusur secara online
* Security system di dalam perpustakaan sebaiknya juga menyatu dengan software yang digunakan untuk pelayanan.
* System librarian harus disiapkan agar perpustakaan tidak mengalami hambatan-hambatan kecil dalam kaitannya dengan teknologi informasi.
* Digitizing unit juga harus disiapkan untuk menyatukan koleksi lama dengan koleksi baru dalam format digital.
* PC/WIFI area akan sangat baik kalau bias disediakan di perpustakaan maupun campus-wide, mengingat perpustakaan tidak akan mampu menyediakan banyak computer untuk seluruh sivitas akademika yang dating ke perpustakaan. Juga, karena saat ini banyak sivitas akademika yang membawa laptop, subnote maupun PDA yang dapat tersambung dengan koneksi nirkabel.
Referensi dan bacaan terkait:
Gladney H.M, et. al. (1994) Digital library: Gross structure and requirements: Report from a workshop. IBM Research Report, RJ 9840, May 1994.
Borgman C.L (1999) What are digital libraries? Competing visions. Information Processing and Management, 35 (3), 227-43.
Digital Library Initiative, FY 1994 (1993) A Joint Initiative of the National Science Foundation, the Advanced Research Projects Agency, and the National Aeronautics and Space Administration. U.S. Government document NSF 93-141.
Association of Research Libraries (1995) Definition and Purpose of a Digital Library.
Available: http://www.ifla.org/documents/libraries/net/arl-dlib.txt
[2003 June 24].
Deegan, M and Tanner S. (2002) Digital Futures: Strategies for the information age, London: Library Association Publishing, 22.
Chowdhury GG and Chowdhury S (2003) Introduction to Digital Libraries. London: Facet Publishing, 8-9.
Braud, R.M (1999) Virtual or actual: the term library is enough, Bulletin of the Medical Librarians Association, 87(1): 85-7
Kuny, Terry & Cleveland, Gary (1998) The Digital Library: Myths and Challenges. IFLA Journal, 24(2), pp 107-113, Available:
http://www.ifla.org/IV/ifla62/62-kuny.pdf. [2003 June 24].

Dempsey L. et al (1998) eLib Standards guidelines version 2.0. Available at :
http://www.ukoln.ac.uk/services/elib/papers/other/standards/version2/
Library of Congress. National Digital Library Program (2003). Challenges to Building an Effective Digital Library. [Online]. Available at: http://memory.loc.gov/ammem/dli2/html/cbedl.html [24 Jul. 03].
McGray, Alexa T. & Gallagher, Marie E (2001) Principles for Digital Library Development. Communications of the ACM, 44(5), pp. 49-54. Available: http://lhncbc.nlm.nih.gov/dlb/pubs/200105_cacm_mccray.pdf
Kahn, R and Wilensky, R (1995) A framework for distributed digital object services. Available at http://www.cnri.reston.va.us/home/cstr/arch/k-w.html
Arm, W.Y (1995) Key Concepts in the architecture of the digital library. D-Lib Magazine, 1(1), July.

pengantar ilmu perpustakaan

pengertian Perpustakaan

bahan Pustaka atau buku atau kitab merupakan kumpulan kertas atau bahan sejenis berisi hasil tulisan atau cetakan, dijilid menjadi satu agar mudah membacanya serta berjumlah sedikitnya 48 halaman. Dari kata pustaka terbentuklah kata turunan antara lain perpustakaan, pustakawan, kepustakawanan, kepustakaan, dan ilmu perpustakaan.

Perpustakaan adalah kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan, disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai.

Pustakawan adalah orang yang bekerja di perpustakaan dan memiliki pendidikan perpustakaan (minimal D2 dalam bidang Ilmu Perpustakaan).

Kepustakawanan adalah penerapan Ilmu Perpustakaan dalam hal pengadaan, pengolahan, pendayagunaan dan penyebaran bahan pustaka di perpustakaan.

Fungsi perpustakaan adalah: penyimpanan, pendidikan, penelitian, informasi, dan kultural.

Sedangkan kepustakaan adalah: bahan perpustakaan yang digunakan untuk menyusun karangan, makalah, artikel, laporan dan sejenisnya.


Hubungan Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi dan Arsip

Dalam kegiatan belajar dua ini, kita melihat bahwa di samping kegiatan perpustakaan, ada pula kegiatan bidang lain yang mirip bahkan tumpang tindih dengan kegiatan perpustakaan. Kedua bidang itu adalah dokumentasi dan arsip.

Dokumentasi merupakan kegiatan yang semula tumbuh akibat tumbuhnya majalah ilmiah, sementara perpustakaan tidak dapat menangani informasi yang muncul dari majalah ilmiah. Hal ini nampak jelas di Eropa Barat sehingga di samping kegiatan perpustakaan, muncul pula kegiatan dokumentasi yang mengkhususkan diri pada pengolahan isi majalah. Salah satu negara Eropa Barat yang mengalami munculnya dokumentasi ialah Belanda. Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka Belanda pun memperkenalkan sistem dokumentasi yang ada di negeri Belanda pada Indonesia. Karena di negeri Belanda kegiatan dokumentasi berbeda dengan kegiatan perpustakaan, maka hal tersebut nampak pula pengaruhnya di Indonesia. Hingga kini di Indonesia masih ada perbedaan antara dokumentasi dengan perpustakaan.

Perbedaan tersebut kurang nampak di AS karena penanganan isi majalah dilakukan oleh pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus sehingga di Amerika Serikat makna dokumentasi identik dengan kegiatan perpustakaan.

Dalam perkembangan selanjutnya definisi dokumentasi, seperti yang dinyatakan oleh Federasi Dokumentasi dan Informasi Nasional (FID), mencakup sedemikian rupa sehingga isinya luas sekali. Karena itu untuk memudahkan pembahasan, diberikan tabel perbedaan kegiatan dokumentasi dan perpustakaan.

Perkembangan perpustakaan dimulai dengan pengumpulan berbagai berkas niaga, pahatan, tulisan tangan dan sejenisnya. Dengan dikenalnya teknik pembuatan buku, maka perpustakaan mulai memusatkan diri pada kegiatan pengadaan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, temu balik, dan pendayagunaan buku. Sebagai sebuah pranata masyarakat, perpustakaan juga menghasilkan berbagai berkas, manuskrip, namun seringkali kedua bahan tersebut tidak dianggap sebagai cakupan perpustakaan. Maka di bagian tersebut muncullah kearsipan. Dibandingkan dengan kegiatan dokumentasi, maka kegiatan perpustakaan jelas berbeda dibandingkan dengan kegiatan arsip. Hal ini dibeberkan secara jelas pada tabel dalam modul.

Sejarah Perpustakaan di Dunia Barat

Kapan perpustakan mulai berdiri tidak pernah diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan penelitian arkeologis, perpustakaan telah dikenal sejak peradaban Sumeria sekitar 5.000 tahun Sebelum Masehi. Perkembangan perpustakaan tersebut segera ditiru negara tetangganya seperti Babilonia. Pada waktu itu orang-orang purba menggunakan bahan tulis berupa tanah liat. Mula-mula tanah liat diempukkan, kemudian dibuat lempengan. Sewaktu masih lunak, tanah liat ditulisi, kemudian dikeringkan.

Kerajaan Pergamum berusaha mengembangkan perpustakaan sebagaimana halnya dengan raja-raja Mesir. Karena waktu itu belum ditemukan mesin cetak, maka pembuatan naskah dilakukan dengan cara menyalin. Usaha menyalin naskah dikembangkan oleh kerajaan Pergamum dengan menggunakan bahan tulis berupa papirus. Untuk mencegah agar perpustakaan Pergamum tidak menjadi saingan perpustakaan Iskandaria yang berada di Mesir, maka Mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergamum.

Guna menggantikan papirus, Pergamum mengembangkan bahan tulis berupa kulit binatang yang dikeringkan, kemudian ditulis. Kulit yang digunakan terbuat dari kulit domba, sapi disebut parchmen. Parchmen yang baik disebut vellum merupakan bahan tulis hingga abad menengah.

Kegiatan menyalin naskah ini dilakukan pula di pertapaan, sampai pertapaan menyediakan tempat khusus untuk menulis dan menyalin naskah disebut scriptorium. Pertapaan bahkan mengembangkan naskah yang dihiasi dengan gambar miniatur, menggunakan huruf indah disertai dengan warna merah, biru dan emas. Lukisan pada naskah kuno dengan hiasan dan warna-warni itu disebut iluminasi.

Orang-orang Eropa menemukan mesin cetak sekitar abad ke-15. Pada awal penemuan mesin cetak, buku dicetak dengan teknik sederhana. Buku yang dicetak dengan teknik pencetakan sederhana, dicetak antara tahun 1450-1500, disebut incunabula, merupakan buku langka yang banyak dicari orang.


Sejarah Perpustakaan di Indonesia

Perkembangan Perpustakaan pada zaman Hindia Belanda:

Perpustakaan Gereja: Perpustakaan Gereja adalah jenis perpustakaan yang pertama kali berdiri pada zaman ini. Perpustakaan gereja yang pertama didirikan sekitar tahun 1643.

Perpustakaan Penelitian: Perpustakaan penelitian tumbuh seiring dengan dikeluarkannya kebijakan Tanam Paksa. Akibat dari Tanam Paksa ini banyak berdiri lembaga penelitian yang membutuhkan informasi tentang tanaman.

Perpustakaan Sekolah: Pada zaman penjajahan Belanda banyak sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan. Pada masa ini pemakai perpustakaan sekolah tidak hanya siswa dan guru tetapi juga masyarakat umum.

Perpustakaan Umum: Perpustakaan umum pada masa ini hanya memberi perhatian pada bahasa daerah dengan menyediakan koleksi dalam bahasa daerah setempat. Sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan Perpustakaan Umum, pihak swasta telah mendirikan ruang baca untuk umum. Masyarakat dapat membaca koleksi yang ada, secara cuma-cuma. Selain ruang baca umum pada masa ini juga berkembang Perpustakaan Sewa.

Perkembangan Perpustakaan pada Zaman Jepang

Pada masa ini perpustakaan di Indonesia mengalami kehancuran, karena Jepang melarang semua buku yang ditulis dalam bahasa Inggris, Perancis dan Belanda. Mereka juga menangkapi semua orang Belanda termasuk Perpustakaan Belanda.

Perkembangan Perpustakaan setelah Kemerdekaan

Perpustakaan Negara: Pada tahun 1948 pemerintah Republik Indonesia mendirikan Perpustakaan Negara yang pertama.

Perpustakaan Umum: Perpustakaan Umum pada masa ini dikenal dengan nama Taman Pustaka Rakyat.


Prinsip kepustakaan

Prinsip Kepustakaan adalah:

Perpustakaan diciptakan oleh masyarakat.
Berdasarkan penelitian sejarah, diketahui bahwa tujuan perpustakaan selalu berkaitan dengan tujuan masyarakat.
Perpustakaan selalu berusaha untuk menyimpan dan menyebarkan karya dan pengetahuan masyarakat.

Perpustakaan dilestarikan oleh masyarakat.
Karena perpustakaan diciptakan oleh masyarakat, maka masyarakat pulalah yang melestarikannya.

Perpustakaan bertujuan menyimpan dan menyebarluaskan pengetahuan. Selama ini perpustakaan selalu merupakan gudang ilmu pengetahuan tempat menyimpan hasil karya dari para cerdik pandai. Selain itu perpustakaan juga menyebarluaskan ilmu pengetahuan tersebut dengan cara meminjamkan buku-buku yang dimilikinya pada masyarakat umum.

Perpustakaan merupakan pusat kekuatan.

Perpustakaan terbuka bagi siapa saja.
Perpustakaan umum telah ada sejak abad 7 sebelum Masehi.

Perpustakaan harus tumbuh berkembang.

Perpustakaan selalu berkembang dari waktu ke waktu, tidak hanya dari segi bangunan saja, tetapi juga jumlah koleksi dan jenis pelayanannya.

Perpustakaan Nasional harus berisi semua literatur nasional, dengan tambahan literatur nasional negara lain.

Setiap buku selalu berguna.

Setiap pustakawan haruslah manusia yang berpendidikan.
Pustakawan sejak zaman dahulu adalah orang-orang cerdik.

Peranan seorang pustakawan hanya dapat menjadi penting bilamana peranan tersebut sepenuhnya diintegrasikan ke dalam sistem sosial dan politik yang berlaku.

Seorang pustakawan memerlukan pendidikan, pelatihan dan magang.

Tugas pustakawan untuk menambah koleksi perpustakaannya.

Sebuah perpustakaan harus disusun menurut aturan tertentu, dan harus dibuatkan daftar koleksinya.

Perpustakaan merupakan gudang pengetahuan, maka koleksi perpustakaan harus disusun menurut subjek.

Kemampuan praktis akan menentukan bagaimana subjek-subjek dikelompokkan di perpustakaan.

Perpustakaan harus memiliki katalog subjek.

Pustakawan Sebagai Tenaga Profesional

Profesi bermakna lain dengan pekerjaan. Profesi memerlukan syarat pendidikan dan pelatihan berdasarkan batang tubuh ilmu pengetahuan yang diakui oleh bidang yang bersangkutan.

Konsep profesi secara ilmiah mulai dibahas pada abad 17 bersamaan dengan terjadinya Revolusi Industri. Revolusi Industri yang terjadi di Inggris ternyata melahirkan berbagai profesi baru, tidak dikenal sebelumnya. Sebelum itu hanya ada empat profesi tradisional yaitu pendeta atau biarawan, dokter, pengacara dan perwira angkatan darat. Kini profesi semakin bertambah.

Untuk dapat memenuhi syarat sebuah profesi maka harus ada beberapa tolok ukur yang harus dipenuhi yaitu:

adanya asosiasi

pendidikan

isi intelektual

orientasi pada jasa

kode etik

tingkat kemandirian

status

Pustakawan memenuhi syarat sebagai tenaga profesional karena keenam unsur tersebut di atas dapat dipenuhi. Pustakawan mengenal organisasi profesi, mengenal tingkat pendidikan pada universitas mulai dari program sarjana, magister hingga doktor, di dalam pendidikan diberikan bermacam-macam pelajaran baik teori maupun praktik, sebahagian di antaranya berlandaskan teori yang semakin berkembang; orientasi pustakawan adalah memberikan jasa tanpa mengharapkan imbalan uang; ada tingkat kemandirian sebagai sebuah organisasi profesi dan statusnya sebagai tenaga fungsional telah diakui pemerintah RI.

Dalam pembagian pekerjaan, dikenal tugas profesional dan non-profesional. Tugas profesional dilakukan oleh pustakawan sedangkan tugas non-profesional dilakukan oleh mereka yang tidak memperoleh pendidikan khusus kepustakawanan.

Pemisahan tugas antara profesional dengan non-profesional terlihat dalam berbagai pekerjaan perpustakaan seperti pada administrasi umum, manajemen kepegawaian, hubungan masyarakat, pemilihan bahan perpustakaan, pengadaan bahan perpustakaan, penyiangan, pengkatalogan, klasifikasi, penerbitan, pelestarian, tugas informasi, bimbingan pembaca serta tugas peminjaman. Pada kesemua tugas tersebut terdapat perbedaan jelas antara tugas profesional dengan tugas non-profesional.


Organisasi Profesi

Organisasi pustakawan telah lama ada di Inggris maupun Amerika Serikat. Pada kedua negara itu organisasi pustakawan telah berdiri sejak tahun 1876. Karena usia yang cukup tua itu, maka kedua organisasi pustakawan berhasil memperjuangkan hak-hak pustakawan; termasuk pengakuan pustakawan sebagai tenaga profesional serta ketentuan tentang gaji. Kedua organisasi itu juga menerbitkan majalah yang dibagi-bagikan secara cuma-cuma untuk anggotanya.

Di samping organisasi pustakawan umum, ada pula organisasi pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus dan biro organisasi. Di Inggris, organisasi itu dikenal dengan nama ASLIB, singkatan dari Association of Special Libraries and Information Bureaux, sedangkan di AS bernama Special Library Association.

Di samping organisasi yang berskala nasional, ada pula organisasi berskala lokal, terutama di AS. Di negara tersebut, setiap negara bagian memiliki organisasi lokal. Hal demikian tidak terdapat di Inggris. Berbagai organisasi pustakawan membentuk federasi organisasi.


JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Mengapa Terjadi Berbagai Jenis Perpustakaan

Adanya berbagai jenis perpustakaan terjadi karena timbulnya berbagai jenis media seperti media tercetak (buku, majalah, laporan, surat kabar) dan media grafis/elektronik seperti film, foto, mikrofilm, video, pertumbuhan literatur yang cepat dan banyak, pertumbuhan subjek dalam arti terjadi fusi berbagai subjek artinya satu subjek pecah menjadi beberapa subjek dan sebaliknya beberapa subjek melebur menjadi subjek baru. Alasan lain, karena kebutuhan pemakai yang berlainan, misalnya keperluan informasi seorang anak SD akan berbeda dengan seorang peneliti kawakan walaupun objeknya sama, misalnya tentang keruntuhan Majapahit.

Karena hal-hal tersebut di atas maka muncullah berbagai jenis perpustakaan seperti perpustakaan internasional, perpustakaan nasional, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dan perpustakaan umum. Masing-masing perpustakaan memiliki ciri tersendiri, khalayak ramai yang dilayaninya jelas berbeda, terkecuali perpustakaan umum. Karena itu perpustakaan umum memegang peranan penting dalam pemberian jasa bagi umum sehingga Unesco (sebuah badan PBB) perlu mengeluarkan Manifesto Perpustakaan Umum. Dalam manifesto tersebut dinyatakan bahwa perpustakaan umum terbuka bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan ras, kedudukan, warna kulit, agama, kepercayaan, usia, jenis kelamin.


Badan Lain yang Bergerak dalam Bidang Informasi

Di samping perpustakaan, masih ada pranata lain yang bergerak dalam bidang pengadaan, pengolahan dan pemencaran informasi. Kegiatan lembaga tersebut tidak selalu terpisah dari perpustakaan, malahan bekerja sama memenuhi kebutuhan informasi pemakai.

Lembaga lain di samping perpustakaan yang bergerak dalam bidang informasi adalah pusat informasi, pusat analisis informasi; pusat dokumentasi, pusat referal, clearing house. Di samping itu masih ada pula focal point, national focal point dan bank data. Pada bank data, tekanan utama lebih banyak pada penyediaan data, bukannya informasi maupun dokumen. Sebagai contoh sebuah buku membahas tentang produksi padi Indonesia dari tahun 1969-1993. Keterangan tentang dokumen itu disebut informasi dokumen sedangkan data diambil dari dokumen itu. Jadi bank data menyajikan data tentang panen padi di Indonesia, namun tidak menyediakan informasi tentang dokumen yang memuat data tersebut.

Rabu, 19 Oktober 2011

Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal, seperti suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan sebagainya.
Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Deddy... Mulyana, 2005) mengatakan ciri-ciri komunikasi diadik adalah:
· Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat; · Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima lat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun.
Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan interpersonal.

Persepsi interpersonal Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi.

Konsep diri Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah; b. Merasa stara dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu; d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
1. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
2. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
3. Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.
4. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif).

Atraksi interpersonal Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:
1. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.
2. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.

Hubungan interpersonal Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi. Miller (1976) dalam Explorations in Interpersonal Communication, menyatakan bahwa ”Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.”
Lebih jauh, Jalaludin Rakhmat (1994) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu: a. Percaya; b. sikap suportif; dan c. sikap terbuka.


Daftar pustaka

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.