Perpustakaan Digital
Sistem Informasi Perpustakaan Digital
Definisi Perpustakaan Digital
Dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir, dunia perpustakaan banyak sekali membahas tentang perubahan yang terjadi dalam dunia perpustakaan. Perubahan itu tidak hanya karena munculnya format-format baru koleksi, namun juga teknologi informasi yang melatarbelakangi apa yang sekarang sering disebut sebagai perpustakaan digital. Namun demikian perpustakaan digital seringkali dipahami dalam arti yang sangat sempit, yaitu perpustakaan yang menggunakan fasilits komputer sebagai alat untuk memberikan pelayanan. Apa yang dilakukan oleh perpustakaan pada dua dasa warsa yang lalu—yang sering disebut sebagai automasi—berbeda dengan perpustakaan digital.
Perpustakaan
digital telah didefinisikan antara lain oleh Lesk (1997), Arms (2000)
dan Digital Libraries Federation. Lesk mendefinisikan perpustakaan
sebagai berikut:
Menurut Lesk (1997):
"Digital
libraries are organized collections of digital information. They
combine the structuring and gathering of information, which libraries
and archives have always done, with the digital representation that
computers have made possible.” (Lesk, 1997)
Sementara itu menurut Arms (2000), perpustakaan digital adalah sebagai berikut:
“Digital
library is a managed collection of information, with associated
services, where information is stored in digital formats and accessible
over a network.” (Arms, 2000)
Sedangkan menurut Digital Libraries Federation di Amerika Serikat, Perpustakaan Digital didefinisikan sebagai berikut:
“Digital libraries are organizations that provide the resources, including
the specialized staff, to select, structure, offer intellectual access
to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the
persistence over time of collections of digital works so that they are
readily and economically available for use by a defined community or set
of communities.” Digital Libraries Federation (DLF)
Dari ketiga definisi di atas, dapat dimengerti bahwa perpustakaan digital lebih menekankan adanya koleksi digital dan perpustakaan tersebut dapat diakses selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu baik di dalam perpustakaan maupun jarak jauh tanpa harus datang ke perpustakaan secara fisik. Tidak kalah penting adalah adanya jaringan antar perpustakaan.
Munculnya Perpustakaan Digital
Di dalam ilmu perpustakaan, sistem informasi digital muncul mengikuti perkembangan yang terjadi secara berurutan. Dalam dua dasa warsa yang lalu, hadir apa yang disebut dengan database katalog induk perpustakaan. Di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya software CDS/ISIS dari UNESCO. Ini adalah awal dari munculnya perpustakaan digital. Catalog ini kemudian dimunculkan secara online melalui gopher atau yang sekarang dikenal dengan nama Internet.
Sejak saat itu, dimulailah kegiatan yang mengarah pada penyediaan sumber-sumber informasi yang dikemas langsung dalam format terkomputerisasi, antara lain adalah penyediaan sumber informasi elektronik untuk referensi secara full-text. Ini pun awalnya dilakukan oleh penerbit dalam kemasan disket dan CD-ROM. Di Indonesia CD-ROM menjadi booming di pertengahan tahun 90an.
Dengan
adanya internet di pertengahan tahun 90an tersebut, maka penerbi juga
beralih ke penyediaan sumber informasi yang dikemas secara online dan
perpustakaan pun mulai beralih dari pembelian ke langganan sumber
informasi secara online. Jurnal-jurnal
mulai beralih ke online atau dibuat dalam dua versi. Dan jurnal-jurnal
yang ditawarkan tersebut kemudian dikemas dalam apa yang disebut dengan
database (berisi kumpulan jurnal-jurnal dalam berbagai bidang) dan
ditawarkan ke perpustakaan dengan harga yang lebih murah.
Tidak
kalah penting adalah perkembangan dalambentuk komunikasi ilmiah secara
online, yakni dengan semakin banyaknya orang menggunakan fasilitas
online, termasuk di dalamnya, prosiding seminar yang dapat dibaca secara
online, makalah-makalah yang dapat dibaca secara online, dan
sebagainya. Dan perpustakaan juga berkembang dengan penyediaan sumber
informasi yang dapat diakses secara full-text melalui internet sehingga
orang tidak harus datang ke perpustakaan untuk dapat memperoleh sumber
informasi yang diinginkan. Hal ini juga yang menjadikan jumlah kunjungan
perpustakaan tidak hanya dihitung berdasarkan jumlah orang yang datang
ke perpustakaan secara fisik, melainkan juga jumlah akses ke situs
webperpustakaan.
Di
satu sisi, penerbit menyediakan sumber informasi yang dikemas dalam
bentuk database dan di sisi lain, perpustakaan juga membuat konsorsium
maupun jaringan dalam bentuk online. Dan hal ini kemudian menjadikan
konten sebuah perpustakaan semakin besar karena tidak hanya koleksinya
sendiri yang dapat diakses melainkan juga koleksi yang dimiliki oleh
perpustakaan lain.
Definisi
perpustakaan digital kemudian ditambahkan, bahwa perpustakaan digital
merupakan perpustakaan jaringan—bukan sebuah perpustakaan yang memiliki
situs web dan berdiri sendiri. Perpustakaan digital adalah jaringan perpustakaan yang dilayankan secara online dan dapat diakses 24/7.
Manfaat Perpustakaan Digital
Dalam
perpustakaan konvensional, pemakai harus dating ke perpustakaan untuk
mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan. Tetapi dalam perpustakaan
digital, justru perpustakaan yang datang ke pemakai melalui jaringan
internet. Selain itu, dengan adanya jaringan perpustakaan (secara maya)
maka lebih banyak perpustakaan yang dapat dimanfaatkan.
Tidak
kalah penting dalam jaringan tersebut adalah adanya resource sharing
(berbagi sumber informasi untuk pemakai dari berbagai lembaga serta
adanya sambungan ke sumber-sumber informasi tertentu dalam jumlah banyak
(linking). Sumber-sumber informasi dalam dunia maya perpustakaan
digital dapat selalu diperbarui oleh pustakawan dengan cepat sehingga
informasi yang disajikan selalu baru. Demikian pula sumber informasi
yang ditawarkan oleh penerbit secara online juga selalu diperbarui dalam
waktu yang sangat cepat dan real time. Selain itu, format-format baru
sumber informasi juga dapat diwadahi dalam perpustakaan digital ini.
Penelusuran
yang dilakukan dengan katalog online memungkinkan orang untuk menelusur
informasi dari jarak jauh dan tidak harus datang ke perpustakaan,
sehingga bisa menghemat waktu pemakai. Dengan perpustakaan digital maka
layanan tidak pernah tutup (kecuali aliran listriknya mati) karena semua
sumber informasi dapat diakses dalam 24 jam 7 hari seminggu tanpa harus
ditunggui oleh petugas perpustakaan.
Membangun
perpustakaan digital akan dapat menghemat biaya yang besar pada
akhirnya. Namun perlu diingat bahwa untuk membangun sebuah perpustakaan
digital dibutuhkan biaya yang cukup besar terutama untuk penyediaaan
sarana dan prasarana perpustakaan digital. Apakah ini bisa dilakukan?
Tentu saja jawabannya tergantuk dari stakeholder.
Tantangan Perpustakaan Digital
Perpustakaan
digital melibatkan berbagai objek tak kasad mata. Semua koelksi
perpustakaan digital tidak dapat dibaca tanpa adanya alat bantu
(komputer). Hal inilah mungkin yang kadang jadi kendala dalam masa
transisi dari full-paper ke paperless. Hal ini dapat dirasakan pada
waktu berlangganan database. Semua database yang berisi jurnal-jurnal
tersebut tidak kasad mata sehingga di mata auditing konvensional, hal
ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun dalam dunia digital, hal
itu jelas sekali dan pertanggungjawabannya juga tidak rumit. Hal ini
kembali tergantung dari manusia dan sistemnya.
Perpustakaan
digital sebetulnya merubah paradigma dari pengadaan koleksi yang kasad
mata, menjadi penyediaan akses. Seperti layaknya orang membeli pulsa,
dimana orang tidak pernah melihat pulsanya tetapi dapat menggunakan
pulsa tersebut untuk digunakan sebagai alat komunikasi. Demikian pula
halnya dengan langganan database jurnal yang tidak dapat dilihat dan
dipegang tetapi dapat dibaca secara online dan koleksi tersebut secara
fisik memang tidak ada di perpustakaan.
Dengan
adanya perpustakaan digital maka sumber informasi yang hanya satu kopi
dapat adibaca secara bersama-sama dalam waktu yang sama pula sehingga
tidak ada kata ’pesan ke perpustakaan’ lagi. Tidak ada kata ’menunggu’
sampai koleksi tersebut dikembalikan ke perpustakaan dan baru bisa
dipinjam. Perpustakaan digital juga dapat menjembatani digital divide.
Orang yang tidak biasa menggunakan komputer ’terpaksa’ harus
menggunakannya untuk dapat membaca koleksi yang ada di dalamnya.
Sehingga mau tidak mau semua pemakai harus belajar menggunakan komputer
ini. Tugas pustakawan pun juga bertambah. Tidak hanya menunjukkan lokasi
sumber informasi melainkan juga menunjukkan bagaimana car mengakses
sumber informasi tersebut melalui komputer. Orang yang tidak menghendaki
adanya teknologi informasi ’terpaksa’ ditolak untuk ikut memanfaatkan
perpustakaan digital, kecuali mereka mau belajar memanfaatkan dan
menggunakan fasilitas tersebut.
Intinya,
perpustakaan digital telah merubah dari bentuk cetak ke digital,
koelski yang semula lokal (hanya ada di perpustakaan setempat) kini
dapat menjadi internasional karena adanya jaringan perpustakaan dan
karena adanya link dengan sumber informasi yang berada di kota atau
negara lain. Tidak kalah penting adalah adanya perubahan dimana koleksi
dulu selalu lebih aman karena berada di tempat, kini koleksi tersebut
tidak selalu ada di tempat dan apabila server sedang ’down’ maka sumber
informasi tersebut bisa jadi tidak dapat diakses.
Perpustakaan
digital telah merubah paradigma perpustakaan dari layanan oleh petugas
menjadi pemberdayaan pustakawan dalam membantu pemakai perpustakaan yang
membutuhkan sumber informasi secara cepat. Dan dengan jumlah sumber
informasi yang tidak terbatas tersebut, maka beban penelusuran
pustakawan (maupun pemakai) semakin besar.
Perpustakaan digital dan automasi
Pustakawan
maupun pemakai perpustakaan dan juga stakeholder perlu mengetahui bahwa
automasi perpustakaan bukan berarti membangun perpustakaan digital.


Jadi
dalam automasi, koleksi perpustakaan tidak berubah; sedangkan dalam
perpustakaan digital, koleksinya pun juga tidak lagi dalam bentuk
tercetak.
Pengembangan Perpustakaan:
Dalam
mengembangkan perpustakaan perlu ada pemikiran lebih lanjut, apakah
perpustakaan tersebut akan sepenuhnya diubah menjadi perpustakaan
digital atau tetap mempertahankan koleksi cetak yang sudah ada dan
menambah sumber informasi digital.
Perpustakaan
yang memiliki koleksi dalam bentuk cetak dan digital sering disebut
dengan perpustakaan hybrid (hibrida), bukan perpustakaan digital
sepenuhnya. Koleksi cetak dikembangkan dengan fasilitas automasi,
sedangkan koleksi digital dilayankan secara online.
Secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:




Pada
umumnya perpustakaan-perpustakaan di dunia tidak berubah seratus persen
menjadi perpustakaan digital, tetapi banyak yang menyebutkan sebagai
perpustakaan hybrid atau perpustakaan dengan koleksi tercetak dan
digital. Pada umumnya perpustakaan:






Dalam
rangka membangun perpustakaan hybrid atau digital, maka digitasi sangat
diperlukan oleh sebuah perpustakaan. Untuk itu, perpustakaan yang
sedang dalam taraf menuju perpustakaan digital maupun hybriid sebaiknya
mulai membuka satu unit di dalam perpustakaan khusus untuk scanning
koleksi cetak yang sudah ada seperti
- skripsi mahasiswa
- tugas akhir mahasiswa
- hasil penelitian dosen
- skripsi/tesis/disertasi dosen
- makalah presentasi sivitas akademika
- prosiding
- jurnal UIN
Dengan
di-digitasi-kannya koleksi tersebut maka koleksi baru dan koleksi lama
dapat disatukan dengan wadah digital yang sama dan tidak terpisahkan.
Tidak kalah penting adalah untuk membuat aturan bagi para sivitas
akademika yang menyerahkan bahan pustaka dalam bentuk digital, misalnya:




Jangan
lupa bahwa sebuah perpustakaan hybrid maupun perpustakaan digital HARUS
memiliki situs web dan harus ada seorang pustakawan yang khusus
menangani situs web tersebut (webmaster) yang bertugas untuk meng-update
informasi terbaru dari perpustakaan; menginformasikan berbagai kegiatan
lembaga; mencari sumber-sumber informasi di internet untuk dibuat link,
dan sebagainya.
Perpustakaan
juga harus mulai memikirkan untuk melanggan database maupun ebooks.
Database yang banyak ditawarkan publisher ke Indonesia untuk bidang
kesehatan dan kedokteran antara lain adalah:




Penutup
Dalam
membangun sebuah perpustakan modern—baik perpustakaan hybrid maupun
perpustakaan digital--sangat penting bagi perpustakaan tersebut untuk:






Referensi dan bacaan terkait:
Gladney H.M, et. al. (1994) Digital library: Gross structure and requirements: Report from a workshop. IBM Research Report, RJ 9840, May 1994.
Borgman C.L (1999) What are digital libraries? Competing visions. Information Processing and Management, 35 (3), 227-43.
Digital
Library Initiative, FY 1994 (1993) A Joint Initiative of the National
Science Foundation, the Advanced Research Projects Agency, and the
National Aeronautics and Space Administration. U.S. Government document NSF 93-141.
Association of Research Libraries (1995) Definition and Purpose of a Digital Library.
Available: http://www.ifla.org/documents/libraries/net/arl-dlib.txt
[2003 June 24].
Available: http://www.ifla.org/documents/libraries/net/arl-dlib.txt
[2003 June 24].
Deegan, M and Tanner S. (2002) Digital Futures: Strategies for the information age, London: Library Association Publishing, 22.
Chowdhury GG and Chowdhury S (2003) Introduction to Digital Libraries. London: Facet Publishing, 8-9.
Braud, R.M (1999) Virtual or actual: the term library is enough, Bulletin of the Medical Librarians Association, 87(1): 85-7
Kuny, Terry & Cleveland, Gary (1998) The Digital Library: Myths and Challenges. IFLA Journal, 24(2), pp 107-113, Available:
http://www.ifla.org/IV/ifla62/62-kuny.pdf. [2003 June 24].
http://www.ifla.org/IV/ifla62/62-kuny.pdf. [2003 June 24].
Dempsey L. et al (1998) eLib Standards guidelines version 2.0. Available at :
http://www.ukoln.ac.uk/services/elib/papers/other/standards/version2/
Library of Congress. National Digital Library Program (2003). Challenges to Building an Effective Digital Library. [Online]. Available at: http://memory.loc.gov/ammem/dli2/html/cbedl.html [24 Jul. 03].
McGray, Alexa T. & Gallagher, Marie E (2001) Principles for Digital Library Development. Communications of the ACM, 44(5), pp. 49-54. Available: http://lhncbc.nlm.nih.gov/dlb/pubs/200105_cacm_mccray.pdf
Kahn, R and Wilensky, R (1995) A framework for distributed digital object services. Available at http://www.cnri.reston.va.us/home/cstr/arch/k-w.html
Arm, W.Y (1995) Key Concepts in the architecture of the digital library. D-Lib Magazine, 1(1), July.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar